Rabu, 13 Februari 2008

RI Pasti Terpengaruh Resesi Ekonomi AS

Medan, (Analisa)

Pengaruh resesi ekonomi yang melanda Amerika Serikat (AS) pasti juga dirasakan Indonesia. Hanya saja tingkatan dampak yang dirasakan tersebut tidak sebesar atau seluas yang dikhawatirkan negara-negara lain misalnya di Eropa.

“Kalau dampak langsung ke perekonomian Indonesia barangkali kecil karena dalam sistem perekonomian Indonesia yang menggunakan sistem elektronik masih kecil,” kata Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI), Miranda Goeltom, saat menjadi narasumber dalam seminar nasional “Implementasi Kebijakan Ekonomi Makro di Indonesia” di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (FE USU).

Dalam seminar tersebut, Miranda Goeltom memaparkan berbagai hal yang dituliskannya dalam bukunya “Essay in Macro Economic Policy: The Indonesian Experience”, bahkan berbagai hal di luar itu yang turut mempengaruhi karya tulisnya tersebut.

Tampil sebagai pembahas masing-masing Dekan FE-USU, Drs Jhon tafbu Ritonga MEc, dan Prof Ade Fatma Lubis (Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia/ISEI Sumut dan Guru Besar FE-USU) serta moderator Dr Sirojuzilam.

Menjawab pertanyaan dalam sesi tanya jawab, Miranda Goeltom menyebutkan, meski tidak terkena dampak langsung, akan tetapi Indonesia pasti turut merasakan dampak akibat resesi negara adidaya tersebut.

“Kalau dampak langsung mungkin tidak. tapi juga tidak mungkin kalau Indonesia tidak terkena dampaknya,” ujarnya seraya mengisahkan betapa repotnya para gubernur bank sentral di dunia saat krisis ekonomi ini mulai terjadi.

Di bagian lain, Miranda Goeltom menegaskan, Indonesia tidak mungkin memanfaatkan praktik pencucian uang (money laundering) meski ditengarai bisa memberikan manfaat.

“Saya tidak setuju. Kita jangan memanfaatkan money laundering tersebut. Sebab, (kalau kita memanfaatkannya) kita nanti bisa dihukum oleh lingkungan (maksudnya dunia internasional,” tegasnya menanggapi argumentasi peserta.

Harus Dibagi

Di bagian lain, Deputi Senior Gubernur BI ini menegaskan latar belakang dirinya menerbitkan buku tentang perekonomian Indonesia yang ditulis dalam bahasa Inggris tersebut.

Diungkapkannya, ilmu pengetahuan itu harus dibagi. “Pengalaman saya di BI menunjukkan, betapa pengetahuan semakin dibagi akan semakin baik.”

Namun diakuinya, untuk bisa mencapai suatu pengetahuan, termasuk membagikannya, maka dibutuhkan kondisi lingkungan yang mendukung. Tanpa lingkungan yang mendukung, tentu akan sulit berkembang.

Sementara Jhon Tafbu saat membahas buku “Essay in Macro Economics Policy: The Indonesian Experience” menyebutkan, buku yang tebalnya lebih dari 500 halaman ini dan ditulis dalam bahasa Inggris memiliki kualitas isi sangat baik.

Sebagai gambaran, Dekan FE USU ini membahas tulisan tentang kinerja ekonomi makro Indonesia.

“Analisis yang dilakukan Bu Miranda terhadap kondisi ekonomi makro Indonesia sangat tajam. Dapat dikatakan analisisnya sangat memuaskan,” terangnya sembari berharap bahwa karya intelektual bermutu ini mampu menambah kaya sumbangsih intelektual Indonesia dalam ilmu ekonomi, baik Indonesia maupun internasional.

Sementara Ade Fatma Lubis dalam pembahasannya lebih banyak mengupas tentang berbagai hal terkait buku Miranda Goeltom tersebut.

Terkait globalisasi, manajemen ekonomi makro dan dampaknya bagi dunia bisnis di Indonesia, misalnya disarankan bahwa Indonesia harus melakukan reposisi terhadap produk yang mampu bersaing dengan menerapkan kendali mutu.

Menyangkut pembangunan stabilitas keuangan dan moneter untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, menurutnya penting bagi negara ini melakukan inovasi kebijakan, misalnya penggabungan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih ekspansif seperti ekonom lainnya.

Sedangkan mengenai sinergi kebijakan moneter dan fiskal di Indonesia, yang paling penting menurutnya adalah mendorong pertumbuhan sektor riil.

“Ini bukan pekerjaan mudah. Di tahun 2007 dengan tingkat bunga yang sangat rendah, sektor riil belum juga bergerak,” demikian Ade Fatma Lubis. (gas)