KONDISI kerawanan di bidang keamanan di Kota Medan menjadi catatan tersendiri bagi masyarakat. Paling tidak, pada bulan Februari ini tercatat beberapa kasus kejahatan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, salah satunya adalah kasus perampokan dan pembunuhan Hj Siti Poerwani (75) ibu mertua dari mantan Kapoldasu era tahun 1992-1994 Irjen Pol (Purn) Dr. H. Hadiman SH yang terjadi pada Selasa (5/2). Begitu juga dengan kasus kematian yang menimpa Kasubdis Pos dan Telekomunikasi Dinas Perhubungan Sumut Ir.H.Djafar Budiman Lubis (55) dua hari setelah kasus perampokan dan pembunuhan Hj. Siti Poerwani yaitu pada Kamis (7/2) dan Senin (11/2) terjadi lagi aksi kejahatan pembunuhan kali ini dialami Dewi Lestari (25) yang dibunuh di rumahnya sendiri.
Aksi kejahatan hingga menghilangkan nyawa orang lain memang bukan sesuatu yang baru. Namun tentu saja hal ini akan menimbulkan keresahan masyarakat di Kota Medan mengingat dalam satu bulan saja, aksi-aksi kejahatan ini sudah menghilangkan tiga nyawa manusia. Belum lagi aksi kejahatan yang lain. Hal ini tentunya akan membuat masyarakat was-was mengingat dari tiga kasus ini, hanya satu kasus yang sudah tertangkap tersangka pelakunya yaitu kasus pembunuhan Dewi Lestari, sementara dua kasus pembunuhan lainnya sampai saat ini masih dalam penyidikan pihak kepolisian.
Maraknya aksi kejahatan di Kota Medan perlu diantisipasi. Hal ini mengingat Medan merupakan salah satu kota besar ketiga yang begitu pesat perkembangannya. Tetapi sayangnya, dari sisi keamanan patut dipertanyakan, apakah sejauh ini pihak kepolisian sudah bekerja cukup maksimal atau belum? Karena masih banyak tindak kejahatan yang sering diblow up media massa ini sebagai bukti bahwa tingkat keamanan di Medan masih rawan. Padahal, kita tahu bahwa Indonesia sedang giat-giatnya melakukan promosi wisata ke daerah-daerah, salah satu tujuan wisata adalah Sumatera Utara dengan ibukotanya Medan.
Sejauh ini memang, tingkat kerawanan keamanan di kota Medan masih dapat ditolerir, karena banyak juga kasus-kasus kriminal yang berhasil diungkap oleh pihak keamanan. Tetapi dengan kondisi ekonomi di Indonesia yang semakin tidak menentu ini, mengakibatkan segelintir masyarakat berani melakukan tindakan kriminal, bahkan tidak jarang untuk menghilangkan saksi dan bukti tidak segan-segan membunuh korbannya. Ini terbukti dengan kasus-kasus yang ada di lapangan.
Oleh karena itu, walaupun di satu sisi tanggungjawab keamanan ada di pundak pihak keamanan dalam hal ini kepolisian, namun kita tidak boleh banyak berharap dengan pihak kepolisian saja, apalagi jumlah persentase pihak keamanan dinilai belum mampu ‘menjaga’ keseluruhan masyarakat di Medan. Untuk itu, diperlukan kerjasama yang baik antara pihak keamanan dan masyarakat. Bila masyarakat juga mau membantu mengamankan diri dan lingkungannya maka tingkat kejahatan secara berangsur-angsur akan menurun.
Kalau dulu kita pernah punya tradisi dalam mengamankan lingkungan kita masing-masing lewat program sistem keamanan lingkungan (Siskamling) maka tidak ada salahnya program ini kembali digiatkan. Karena bagaimanapun masalah keamanan juga masalah kita bersama. Jika hanya memberi tanggungjawab kepada orang lain, sementara kita ‘mempertontonkan kekayaan’ yang ada di dalam diri dan lingkungan kita, maka sudah otomatis ini akan membuat calon pelaku kejahatan akan menjadi pelaku kejahatan itu sendiri. Untuk itu, yang harus dilakukan agar tingkat kejahatan di Kota Medan dapat diminimalisir diperlukan kehati-hatian maupun kewaspadaan masyarakat. Masyarakat harus bersama-sama berusaha menciptakan rasa ‘aman’ di lingkungan rumahnya maupun di tempat kerjanya agar para pelaku kejahatan tidak sampai melakukan tindak kejahatan kepada masyarakat. Di sinilah peran partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk membantu pihak keamanan. Jadi ‘amankan’ diri dan lingkungan kita. Maka jika diri dan lingkungan kita aman maka akan berimbas kepada yang lebih besar. Akhirnya kita mampu meredam aksi kejahatan yang ada di sekitar kita. ****